Suatu malam aku mencium pipimu
yang dingin, dan pucat-pasi
pada tirus wajahmu
yang dingin, dan pucat-pasi
pada tirus wajahmu
Ketika pagi-pagi buta
suaramu tak terdengar lagi
hanya kulipat percakapan kita kemarin
yg masih menempel pada dinding, pintu,
hanya kulipat percakapan kita kemarin
yg masih menempel pada dinding, pintu,
kursi-kursi
bahkan pucuk-pucuk dedaunan
bahkan pucuk-pucuk dedaunan
yang demikian suka kau pandangi
hingga senja merayap
dan tiba waktunya makan malam
hingga senja merayap
dan tiba waktunya makan malam
Ah, hujan kecil turun tiba-tiba
udara di rumah kita menjadi lembab, dan sembab
ketika malam harinya aku tertidur, kau pun datang. kemeja putihmu cemerlang, semu berkilau. Kau tersenyum tipis. Menatapku yg ditelan kerinduan.
"Nak.."ucapmu tiba-tiba,"hidup ini hanya sekerjap hempasan angin. Kelak, kita bersama-sama lagi, 'pada sebuah masa yg abadi.”
udara di rumah kita menjadi lembab, dan sembab
ketika malam harinya aku tertidur, kau pun datang. kemeja putihmu cemerlang, semu berkilau. Kau tersenyum tipis. Menatapku yg ditelan kerinduan.
"Nak.."ucapmu tiba-tiba,"hidup ini hanya sekerjap hempasan angin. Kelak, kita bersama-sama lagi, 'pada sebuah masa yg abadi.”