Total Tayangan Halaman

Jumat, 09 September 2016

Rumah Terakhir Ibu

Berkelana Ia, perempuan itu
ditemani sekelumit 
bayang-bayang matahari

angin kering
menyapu keriput kulitnya
Ia menyinggahkan letih 
di rumah jompo
sebidang punggung 
bertopang tulang renta

di rumah jompo
Ia disinggahkan 
untuk makan, tidur,
dan bangun ketika pagi
bangku taman 
menjadi tempatnya duduk
dengan wajah termangu
menanti yang bila mungkin 
akan singgah
dan menyisiri musim gugur 
pada batang-batang
rambutnya

#
Hay, kau bertanya
Siapa perempuan itu
yang sepanjang waktu 
tak pernah ingin selesai 
membakar cinta?

perempuan itu
penghimpun keringat
yang tangguh
di masanya memburuh
demi sepetak rumah
demi melindungi mimpi anak~anak
dengan sujud doa yang 
melantun sepanjang malam
kepada pemilik sejuta langit

#
Ia pun perempuan
yang sendirian ketika tua
perempuan yang
fantasinya dirajam
oleh mimpi-mimpi maut
ketika malam 
bertudung kelam

gigilnya udara
bersenandung kidung syahdu
sepucuk doa cinta 
mencari balas suara
yang lama hilang
di batas telapak kaki
ibukota
#
kini, Ia sedang menanti
kecupan terakhir
sebelum usai berlabuh
dalam nama Ibu

ya, setiap ibu senja
punya pintu-pintu pulang
bernama sanubari
pintu itu diketuk keyakinan 
jika anak-anak kehidupan
hanya sementara pergi 
untuk berburu matahari 

mungkin kelak 
bayang-bayang mereka akan pulang 
dengan sepenuh tubuh
kembali 
pada rumah terakhir Ibu.






Tidak ada komentar: